Reinhold Messner pantas disebut salah satu dewa
gunung. Petualang asal Italia ini telah menorehkan sejumlah rekor dalam
kancah petualangan dunia. Messner tak pernah bisa diam, ia terus mencari
tantangan baru dalam menjelajahi suatu daerah. Umur boleh bertambah,
namun semangat berpetualang tak pernah padam.
Dunia pendakian gunung salju seakan terhenyak. Sejumlah pendaki pun
mencibir. Mereka bilang, mana mungkin itu dapat dilakukan. Komentar
miring lainnya: itu sama saja dengan tindakan bunuh diri. Meski dianggap
“gila”, Messner jalan terus. Ia tetap memegang prinsip: jalani dulu
tanpa harus banyak bicara.
Cibiran dan cemohaan itu terlontar gara-gara Messner mengutarakan
keinginan untuk mendaki gunung di kawasan Himalaya dengan gaya pendakian
tradisional di kawasan Alpen, Eropa. Prinsipnya, dalam pendakian ini
seorang pendaki hanya berbekal peralatan secukupnya dan melakukan
pendakian ala kebut gunung.
Persiapan fisik dan mental pendaki sudah dilalukan sejak jauh hari.
Begitu sampai di kaki gunung waktu aklimatisasi – penyesuaian diri
dengan kondisi sekitar – juga tak lama. Hasilnya, waktu pendakian lebih
singkat dan tak ada persiapan rute yang final. Paling penting: “haram”
memakai tabung oksigen. Selanjutnya, gaya ini disebut gaya alpina.
Sebelum gaya ini populer, para pendaki dunia memakai gaya pendakian
Himalaya. Mereka dibekali dengan berton-ton peralatan, logistik dan
punya waktu ekspedisi yang panjang. Tentu saja, semua kebutuhan tadi
dibawa porter yang jumlahnya dapat mencapai ratusan orang. Saat tiba di
kemah induk (base camp), tim pendaki melakukan proses aklimatisasi.
Beres semua itu, lalu mulai berjalan naik untuk membuka Kemah I dan
seterusnya.
Untuk
menerapkan gaya alpina di Himalaya, Messner menunjuk puncak gunung
Gasherbrum I yang dikenal sebagai “Hidden Peak”. Gunung ini punya titik
tertinggi 8.068 meter dari permukaan laut (mdpl) dan berlokasi di
wilayah Pakistan dan Cina. Pada 1975, lelaki yang sempat kuliah di
Universitas Padua, Italia mengajak Peter Habeler untuk bergabung dalam
ekspedisi ini.
Pada 8 Agustus 1975, Messner dan Habeler memulai pendakian. Keduanya tak
bawa tali, tabung oksigen dan hanya berbekal alat panjat pribadi. Hari
kedua, mereka tiba di bawah dinding es curam setinggi 1.000 meter. Kemah
berikut berdiri setelah lewat dinding tersebut. Messner dan Habeler pun
melakukan pemanjatan kilat.
Usai pemanjatan gila-gilaan itu, keduanya terserang rasa lelah yang
hebat. Saking capeknya, memasang tenda pun terasa sangat sulit. Apalagi
acara makan tak ada dalam agenda pendakian. Hari berikutnya, mereka
meninggalkan perlatan dalam tenda. Penyerangan puncak (summit attack)
dilakukan dengan hanya membawa kapak es (ice axe), crampoons, kamera dan
peralatan medis.
Pada hari yang sama, kedua pendaki handal ini meraih puncak. Peter
Habeler tiba lebih dulu. Messner menyusul beberapa menit kemudian.
Seperti lazimnya pendaki, Messner mengabadikan Habeler saat berada di
puncak. Asyiknya, cuaca amat cerah dan mereka pun berpelukan. Wow!
Apa yang didapat ekspedisi Messner dan Habeler itu? Ini merupakan sukses
kedua dalam usaha mencapai puncak Gasherbrum I. Namun, yang pertama
dengan gaya alpina murni dalam pendakian gunung di atas 8.000 mdpl. Bagi
Messner, pada saat itu, tercatat sebagai orang pertama yang sudah
menjejak puncak di atas 8.000 mdpl: Nanga Parbat (8.125 mdpl), Manaslu
(8.156 mdpl) dan Gasherbrum I.
Begitu pendakian beres, Walter Bonati mengucapkan selamat via telegram:
“Pendakian alpina yang hebat sekali. Anda berdua adalah satu-satunya
orang dalam tahun ini yang berhasil menekan batas maksimal petualangan.”
Terus Berpetualang
Messner tak pernah puas. Ia tetap menorehkan rekor lainnya dalam dunia
pendakian. Sebut saja, orang pertama yang sukses menyapu bersih 14
puncak gunung di atas 8.000 meter, orang ketiga yang meraih gelar
“pendaki tujuh puncak dunia”, pendaki pertama yang melakukan pendakian
solo dan tanpa doping oksigen untuk meraih puncak Everest dan lainnya.
Pria yang meyakini keberadaan yeti – sejenis makhluk yang menyerupai
beruang di Tibet – tak hanya dikenal sebagai pendaki gunung. Pada 1990,
ia sukses melintasi benua Antartika dengan jalan kaki selama 92 hari via
the South Pole sejauh 2.800 km. Dau tahun berikut, melintasi gurun
Takla Maran, lalu ekspedisi ke Greenland sejauh 2.200 km.
Di balik sukses tentu ada pula cerita sedih. Kesedihan pertama Messner
ketika berekspedisi ke Nanga Parbat, Pakistan. Di situ, petualang juga
gape motret dan menulis buku itu harus menerima kenyataan, sang adik –
Gunther Messner – meninggal dunia. Gunther tewas lantaran kejatuhan
salju longsor (avalanche) di dekat kemah induk. Padahal, keduanya sudah
menejak puncak via dinding Rupal (Rupal Face). Untuk melupakan kejadian
itu, Messner butuh waktu bertahun-tahun.
Tragedi kedua terjadi di Manaslu (8163 mdpl), Nepal pada 1972. Messner
dituduh menjadi penyebab hilangnya dua rekan pendaki dalam tim ekspedisi
yang dipimpin Wolfgang Nairz. Franz Jager hilang dalam perjalanan turun
bersama Messner. Raga Jager tak juga ditemukan setelah hilang dihantam
badai salju. Dalam usaha pencarian itu, anggota ekspedisi lainnya: Andi
Schlick ikut menghilang. Messener dan Horst Frankhauser sudah mencari,
namun hasilnya nihil. Maklum saja, kondisi cuaca pada saat itu
betul-betul buruk.
Usai pendakian, sejumlah tulisan menyalahkan Messner. Sialnya, tulisan
itu dibuat oleh orang-orang yang belum pernah berekspedisi ke gunung
8.000 meter. Seluruh anggota tim mendukung Messner untuk menulis cerita
yang sebenarnya. Namun, ia kadung trauma. Sejak itu, ia berjanji tak
lagi ikut dalam ekspedisi berjumlah besar.
Messner juga sempat gagal menaklukan Lhotse (8516 mdpl), Nepal/Cina pada
1975. Lalu gagal pada pendakian ke Makalu (8463 mdpl), Nepal/Cina tahun
1986. Tapi masih dalam tahun yang sama, kedua “hutang” tadi langsung
dibayar lunas.
KENAL LEBIH DEKAT DENGAN “Dewa Gunung” REINHOLD MESSNER
Posted by Unknown
Posted on 16.28
with No comments
0 komentar:
Posting Komentar