Gie, mati muda di Semeru. Itulah Soe Hok Gie. Sosoknya menjadi legenda karena meninggal dalam usia muda. Buku
hariannya diterbitkan jadi buku best seller, kisah hidupnya difilmkan
dan sajak - sajaknya masih dibaca hingga kini. Jika Soe Hok Gie tidak
tewas di Gunung Semeru, mungkin sejarah bangsa ini akan lain.
16
Desember 1969, tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke - 27 Soe Hok Gie menghembuskan nafas terakhirnya di Puncak Gunung Semeru, Jawa Timur.
Bersama dia Idhan Lubis juga ikut tewas. Keduanya meninggal setelah
menghirup gas beracun yang keluar dari kawah gunung Semeru.
Saat
itu rombongan Mapala UI berangkat untuk mendaki gunung tertinggi di
Pulau Jawa itu. Ada Soe Hok Gie, Herman Lantang, Rudi Badil, Maman
Abdurachman, Aristides Katopo dan Idhan Lubis. Mereka berangkat dari
Jakarta dengan kereta barang.
Gie mencintai gunung dan segala
isinya. Sajak - sajaknya bertutur tentang kesendirian dan kerinduan
bersama alam. Sajak yang paling terkenal mungkin soal Gunung Pangrango.
"Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya. Tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar terimalah dan hadapilah
Dan antara ransel - ransel kosong dan api unggun yang membara aku terima ini semua
melampaui batas - batas hutanmu, melampaui batas - batas jurangmu.
Aku cinta padamu Pangrango. Karena aku cinta pada keberanian hidup."
Gie
adalah aktivis Fakultas Sastra UI. Dia ikut gerakan mahasiswa untuk
menumbangkan Soekarno. Tapi saat Soeharto naik Gie kecewa. Para aktivis
mahasiswa yang dulu berjuang bersamanya satu persatu berubah. Mereka
memilih meninggalkan idealisme dan memilih bergabung dalam rezim baru
yang juga korup.
Gie berjalan seorang diri. Mulai kehilangan
teman dan menjadi penyendiri. Dirinya resah melihat perkembangan politik
saat itu. Tuhan mengabulkan keinginannya mati muda.
"Nasib
terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda,
dan yang tersial adalah umur tua. Rasa - rasanya memang begitu. Bahagialah
mereka yang mati muda," tulisnya.
0 komentar:
Posting Komentar